Dalam beberapa tahun terakhir, dunia Digital Out-of-Home (DOOH) terus berkembang dengan berbagai format baru. Salah satunya adalah floating digital signage — papan iklan LED yang dipasang di atas kapal dan berlayar di sepanjang garis pantai maupun area tepi laut populer. Konsep ini awalnya digadang-gadang sebagai cara kreatif untuk menarik perhatian audiens di ruang terbuka.
Namun, kenyataannya, format ini menuai banyak kritik dibandingkan pujian. Di berbagai platform media sosial, publik menilai floating digital signage justru merusak estetika alam, mengubah pemandangan pantai yang seharusnya menenangkan menjadi zona komersial penuh iklan. Kasus di New York bahkan berujung pada larangan resmi dari pemerintah setempat, dengan alasan estetika, keselamatan navigasi, hingga dampak lingkungan.
Dari sisi teknis, efektivitas floating digital signage juga dipertanyakan. Paparan sinar matahari tropis yang sangat kuat, ditambah pantulan cahaya dari permukaan air, membuat konten di layar sulit terbaca dengan jelas. Padahal, investasi untuk LED display berdaya tinggi tentu tidak kecil. Kondisi ini membuat ROI (return on investment) dari media tersebut menjadi kurang menjanjikan.
Sebaliknya, digital signage memiliki potensi yang jauh lebih besar ketika diterapkan di ruang publik perkotaan, pusat transportasi, area komersial, hingga ruang edukasi dan korporasi. Di tempat-tempat tersebut, teknologi LED videotron bisa menghadirkan pengalaman visual yang efektif, menarik, dan tidak mengganggu kenyamanan publik.
Pada akhirnya, floating digital signage mungkin lahir dari keinginan berinovasi. Namun, melihat reaksi masyarakat serta tantangan teknis yang ada, format ini tampaknya sulit berkembang. Sebaliknya, fokus pada penerapan LED display di area yang tepat akan memberikan manfaat nyata, baik bagi brand maupun audiens.